Selamat Datang di BLOG RINZI,PERJALANAN MENGGAPAI RIDHO ILLAHI

Senin, 18 April 2011

Perempuan Lain Kurnia

Kurnia sedang jongkok di depan kampus baranangsiang IPB menikmati udara sejuk di bawah perpohonan. “Fuuuh.” Kurnia menghembuskan asap rokok dari bibirnya, dia sedang membayangkan sesuatu yang sudah lebih dari 2 bulan ini selalu menyita pikirannya.

“Bos... ngelamun ajah.” Kata Eri menepuk punggung Kurnia, mengagetkan Kurnia dari lamunannya. “Lagi mikirin Istri ya? bentar lagi pulang mas... ga sabaran amat.”

“Sok tahu kamu... lagi ga mikirin istri.” ucap Kurnia datar sambil terus melanjutkan menikmati rokoknya.

“Loh kalau ga mikirin istri mikiran apa mas? wanita lain?hehehe.” Kata Eri sambil berjongkok disebelah Kurnia.

“Heh Tahu aja.” ucap Kurnia menyunggingkan senyum setengahnya yang khas. Dihisap rokoknya untuk terakhir kalinya. Lalu dilemparkan ke selokan. “Ayo lanjut kerja, malah santai-santaian disini.” Kurnia berdiri meninggalkan Eri.

“Eh mas...baru juga istirahat bentar udah disuruh kerja lagi. Capek neh mas.” Keluh Eri.

“Biar cepet pulang! Ayo!” Teriak Kurnia dari kejauhan seraya memberikan isyarat tangan agar menyusulnya.

---------------------

Entahlah, akhir-akhir ini perempuan itu yang bernama Shasa telah mempengaruhi pikirannya. Kurnia seakan-akan tersihir pada Shasa sejak pandangan pertama. Kurnia mengendarai motornya dengan pelan melewati jalan-jalan disekitar Pajajaran. “Fuuuh...” Kurnia mengeluarkan nafas panjang mengeluarkan beban-beban dipikirannya.

Tiba-tiba hujan turun sangat deras. Dengan tergesa-gesa Kurnia memarkirkan motornya di kios yang tutup. “Duh... Bogor ini kalau hujan ga bilang-bilang dulu.” Ucap Kurnia dalam hati. Kurnia jadi ingat istrinya yang selalu mewanti-wanti agar membawa jas hujan yang selalu ditinggal di ruang tamu. “Seharusnya aku bawa tadi.” sesal Kurnia.

Hujan makin lama makin deras. Tidak ada tanda akan berhenti. Kembali Kurnia melamunkan perempuan itu. Ia ingat-ingat lagi kapan ia jatuh cinta kepada Shasa. “Senyuman, tawa yang khas, tatapannya, wangi tubuhnya....aah aku sangat merindukannya.” pikir Kurnia. Matanya menatap langit membayangkan Shasa. “Bila dibandingkan dengan istriku...hm... aku sayang kedua-duanya, tapi Shasa beda.”

Derasnya hujan berganti dengan rintik-rintik air. Kurnia melanjutkan perjalanannya. “Aku merindukannya.” kata-kata itu menggema dalam pikirannya sepanjang perjalanan. Berhentilah ia disebuah rumah sederhana yang mungil. Di parkirkan motornya di teras rumah itu. Kurnia membuka pintu rumah tersebut yang seperti biasa Kurnia tahu tidak pernah dikunci kecuali sore sampai pagi. “Ceklek.” Udara hangat keluar dari dalam rumah ketika Kurnia membuka pintu. Dilepas sepatu yang basah hingga ia telanjang kaki. Berjalan pelan-pelan menuju sebuah kamar yang tidak jauh dari ruang tamu.

“Assalamu’alaikum...” Sapa Kurnia dengan lembut saat memasuki kamar. Dilihatnya Shasa yang sedang tertidur. Kurnia tersenyum, lalu pelan-pelan menghampiri ranjang tempat Shasa tidur. “Cantiknya...” guman Kurnia mengagumi kecantikan Shasa. Diciumnya pipi, kening, dan bibir Shasa dengan lembut dan penuh kasih sayang. Shasa terbangun, dan menatap mata Kurnia, tersungging senyum manis dari bibir Shasa yang membuat Kurnia bahagia. Dipeluknya Shasa dengan mesra lalu “Adaaaaaow....!” pipi Kurnia ditarik dengan keras. Ketika dia menoleh dilihat istrinya dengan muka marah dan kesal.

“Sudah berapa kali Asti bilang! Pulang kerumah itu cuci kaki dulu! cuci tangan dulu! bersih-bersih dulu! jangan langsung gendong Shasa! Habis dari mana-mana juga!” Kata Asti dengan marah. “Ayo keluar!” Asti menarik pipi Kurnia dengan lebih keras.

“Adooow... adooow...iya iya... bentar taruh Shasa dulu di tempat tidur.” Kurnia menaruh Shasa dengan lembut ke tempat tidur. “Abi mandi dulu ya sayang.” saat Kurnia mendekatkan wajahnya ke pipi Shasa hendak menciumnya.

“Nanti aja cium-cium nya! Mandi dulu!.” kata Asti sambil mencubit pipi Kurnia menghalangi Kurnia mencium Shasa. “Udah sana.” Asti mendorong Kurnia keluar pintu kamar.

“Da dah sayang.... nanti abi gendong ya.” Kata Kurnia melambaikan tangannya ke Shasa lalu menjauh dari kamar.

Shasa melihat kejadian itu tertawa dan berteriak terpingkal-pingkal. Entahlah...apakah ia mengerti atau tidak.
[ Read More.. ]

Baso Asti

Bulak-balik Asti keluar masuk rumah kontrakannya, gelisah menunggu sesuatu. Dari jam 5 sampai dia selesai sholat maghrib yang ditunggu tidak datang. Perutnya sudah keroncongan menagih di isi, padahal dirumah ada nasi, telur dan mie instan tapi Asti tetap setia menanti kedatangan tukang baso yang sering lewat depan gang kontrakannya, Asti yang lagi ngidam membayangkan baso adalah makanan mewah. Tapi ditunggu-tunggu tetap si tukang bakso itu ga nongol-nongol.

“Mas anterin...” rengek Asti ke suami.

“Kemana?” Kata suaminya.

“Beli bakso lah mas... Asti tunggu-tunggu dari tadi bakso nya ga muncul-muncul... Asti kan lapar.”

“Ya tunggu aja dulu sebentar lagi... “

“Maas....” rengek Asti lagi.

Suaminya yang tak tahan denger istrinya merengek terus, mulai mengalah. “Ok, mau beli dimana?”

“Di depan pasar Prawirotaman...”

Lalu pergilah sepasang suami istri ini berjalan kaki dari dimulai dari kuburan karang kunti sampai pasar prawirotaman. Ditemani bintang-bintang dan bulan yang bersinar, serta angin yang berhembus pelan saat melewati ratusan kuburan disepanjang jalan sambil bergandengan tangan. Sungguh suasana yang romantis bagi keduanya.

Sesampainya didepan pasar prawirotaman, senang sekali Asti melihat gerobak baso penuh dengan baso-baso sesuai dengan yang dibayangkan.

“Mas Basonya 1 bungkus.” Kata Asti kepada abang bakso.

Dengan cekatan si tukang bakso meracik. Beberapa menit kemudian selesailah, lalu diserahkan baso racikan si abang bakso ke Asti. Asti begitu bahagia menerima bakso itu. Tak sabar Asti ingin memakannya, bau khas dari daging dan kuah basonya menggoda selera Asti.

Asti heran kok suaminya tidak memberikan respon kepada abang bakso yang sedang menunggu pembayaran. “Mas.... bayar ich...” tegur Asti mengingatkan.

“Loh bukannya Asti yang bayar... Mas ga bawa uang.” Kata suaminya kaget.

Asti memucat... tidak rela Asti menyerahkan bakso itu kembali ke abang bakso. Dengan agak panik Asti merogoh-rogoh kantong jilbabnya yang kanan. “Tidak ada.” ucap Asti dalam hati. Lalu Asti melanjutkan dengan merogoh-rogoh kantung jilbabnya yang kiri. Ada selembar kertas dikantung jilbabnya. “Jangan sampai seribu... jangan sampai seribu...” doa Asti dalam hati sambil mengeluarkan uangnya pelan-pelan dari dalam jilbab. Fuiiih.... Asti bernapas lega, “PAS” lima ribu rupiah di kantung bajunya. Diserahkan ke abang bakso itu dengan senyum lega.

“Mas kenapa ga bawa uang sih? untung aja Asti nyimpen lima ribu di kantong. Coba kalo enggak?” Kata Asti kepada suaminya dengan nada menyalahkan dan ngambek.

Suami nya tersenyum lalu berkata “Ya... kalo enggak Asti tungguin di tukang abang bakso, Mas pulang dulu...”

Tersenyum lah Asti mendengar jawaban suaminya, suaminya rela pulang untuk mengambil uang. Pikir Asti.

“Trus ga balik-balik....hahahaha...” kata suaminya sambil tertawa lepas. “Adaaaow...sakit-sakit...”

Asti mencubit suaminya, “Uhh...” tapi Asti bahagia baksonya sudah ada ditangan. “Kita makan berdua ya dek.” ucap Asti dalam hati ke bayi diperutnya.
[ Read More.. ]

Bayam Asti

Aku ga bisa masak.” kata Asti setibanya dirumah kontrakan suaminya di Jogja untuk pertama kalinya.

Kurnia tersenyum lalu membelai kepala Asti yang tertutup kerudung. “Iya mas tau.”

“Tau darimana?” Kata Asti kaget. “Asti kan baru kasih tau sekarang.”

“Ya... tadi kan dikasih tahu..hehehe.” Ucap Kurnia dengan senyum nakalnya. “Nanti mas ajarin masak.”

“Mangnya bisa?”

“Wets... ngeledek... bisa lah... Mas mu ini udah bertahun-tahun hidup sendiri.” Kata Kurnia dengan bangga.

“Ok..ok...” ucap Asti setengah percaya, setengah tidak.

Esok harinya.

“Ayo kita kepasar.” kata Kurnia pada pagi hari.

“Jam segini?” tanya Asti kaget, karena jam menunjukkan jam 6 pagi. “Masih sepiiii pasarnya juga...”

“Norak...jam segini pasar malah rame...”

“Oh ya?” ucap Asti sekali lagi setengah percaya.

Berangkatlah keduanya menyusuri jalan. Melewati kuburan. Menyusuri gang-gang kecil. Menapaki jalan Prawirotaman. Dan sampailah mereka di Pasar Prawirotaman. Ternyata benar pasarnya ramai sekali, orang-orang berlalu-lalang. Kurnia menggandeng Asti menjelajahi setiap jalur pasar.

“Mau beli apa mas?” tanya Asti.

“Lihat dan pelajari.” Kata Kurnia santai.

Kurnia melakukan transaksi dengan penjual, tawar menawar harga, dengan bahasa jawanya yang kacau tapi bikin orang percaya Kurnia memang sudah lama tinggal di Jogja.

“Waaah...” ekspresi kekaguman muncul dari mulut Asti. Karena hal ini bukan hal biasa yang pernah dilakukan Asti, dulu sebelum nikah belanja di warung depan rumah saja sangat jarang sekali banget. Apalagi belanja di Pasar yang 100x lipat dari warung depan rumah Asti.

Kantong belanjaan ditangan Kurnia sudah penuh terisi, “Sayur Bening Bayam” itulah resep pertama yang akan dipelajari Asti dari Kurnia, suaminya.

Sesampainya dirumah, mulailah Asti bereksperimen.

“Buka Kantong plastiknya, dan keluarkan bayamnya.” Intruksi awal Kurnia.

“Ya iyalah mas, masa mau dimasak juga kantong plastiknya.” dikeluarkan semua isi kantong plastiknya.

Satu jam berlalu dipenuhi dengan kata-kata. “Bukan begitu.”, “Gini aja dek.”, “Jangan banyak-banyak.”, “Belum pas itu.” dari Kurnia.

Dan dijawab dengan Asti, “Ya ya.”, “Ooh.”.

Selesailah sudah belajar memasaknya Asti. “Lumayan...” kata Kurnia.

Asti tersenyum bangga dengan pujian Kurnia.

Besoknya Asti pagi-pagi berangkat ke pasar, membeli sayur, dan sesampainya dirumah langsung dimasaknya.

“Wah rajinnya...” Kata Kurnia memuji Asti. “Udah mulai pas nih bumbu sayur bening.”

Asti makin terbang hidungnya. Semangat untuk memasak menggebu-gebu.

Besoknya Asti melakukan hal yang sama.

“Masak apa dek?” tanya Kurnia.

“Sayur bening bayam.” jawab Asti.

“Bayam lagi dek?”

“Iyaa... mang kenapa?”

“Ga apa apa seh lanjutkan.” Sambil berlalu pergi.

Besoknya Asti melakukan hal yang sama lagi.

“Dek masak apa?” tanya Kurnia.

“Bayam Mas...” jawab Asti santai.

“Deeek jangan bayam terus... Mas mu ini bukan popeye.” Keluh Kurnia.

“Trus gimana? Asti sudah beli bayamnya. Masa dibuang.” Kata Asti dengan mata berkaca-kaca.

“Sudah, sudah... bayam ditumis aja ya?” kata Kurnia menghibur Asti.

“Bayamnya bisa ditumis ya Mas?”

“Bisa lah dek.... sini Mas mu ajarin.”

Lalu diajarkan Asti resep kedua “Tumis Bayam”.

“Gimana Mas? Udah mantab?” tanya Asti.

“Yup... sudah pas. Makin pintar saja istriku.” Puji Kurnia.

“Hehe...”

Besoknya...

“Masak apa Istriku?” tanya Kurnia.

“Tumis bayam mas!” jawab Asti.

[ Read More.. ]

Minggu, 01 Februari 2009

Cerita Seminggu ini

Plak!! Ketika tamparan keras memang harus diberikan padaku oleh diriku sendiri... bagaimana tidak? masa gara-gara NPM (Nomor Pokok Mahasiswa) 01, kudu duduk didepan karena yang -biasanya- duduk ga diatur, sekarang malah diatur sesuai NPM. Apa pengaruhnya bagi kehidupanku? Ya jadi ga bisa calling2-an ma temen klo terdesak *halah*... tapi ada hikmahnya juga dibalik semua itu, ngerjain soal jadi khusyu tanpa gangguan, n semua soal dikerjakan seorang diri... ckckckckck... kagum juga ma diri sendiri...*hohohoho*. Ketika 95% ujian sudah dilaksanakan pada hari sabtu jam 5, tiba-tiba rasa sakit menyerang perutku, punggungku, dan kepalaku... Mual, pusing dan keringat dingin... wah three in one... tapi kudunya mah anak baik kalau sakit pasti istirahat, ini karena saking sangat baiknya malah bergadang nonton anime karena penasaran ma lanjutan ceritanya. Jadilah... Esok pagi yang cerah, masih dalam keadaan mual mual karena masuk angin, memaksakan diri untuk siap-siap berangkat JM... tapi apa daya... perut tidak mau kompromi, maunya dimanjain mulu, ya udah mau ga mau izin telat, tiduran bentar sambil nonton shinchan. "Bzzz..." HP dalam Profil silent ngegeter *BAHASA APA TUH??* tanda sms masuk... ternyata temanku ngajakin bareng kesana tempat JM... karena ga tega membiarkan dia seorang diri tanpa ada yang menemaninya....*Lebay....* maka aku pergi juga dengan perut mual ketempat yang dituju dengan jalan pintas tapi kudu 2 kali naek angkot. JM telah kulewati... ingin hati langsung pulang karena sudah ga tahan pengen makan dan tiduran, tapi ada 1 agenda lagi yang belum terselesaikan.... yaitu HQ, yaaaa.... demi mendapatkan ilmu, meraih cita-cita, meninggikan derajat 0,1 mm aku menjalankan HQ dengan mencoba untuk fokus, tapi tidak bisa maksimal. Hayyah beberapa jam berlalu... selesailah... saat perjalanan pulang, ingin hati ini merasakan nikmatnya ketoprak deket terminal Damri, ya niatlah aku melewati Botany untuk mendapatkan 1 bungkus ketoprak, tapi pada saat aku melihat adanya keramaian di Botany, aku bertanya-tanya, ada apakah gerangan yang terjadi di Botany. Aku bertanya pada teman di sebelahku tentang keramaian itu. "Di botany lagi ada luna maya, raffi ahmad, olga saputra ama band-band, ituloh syuting Dasyat." Muak... aku benci keramaian yang seperti ini, tapi rasa ingin menyantap Ketoprak sangatlah besar, maka ku terobos kerumunan itu dengan menyalip ke sisi kanan dan kiri, dengan tidak menyentuh pria-pria menjijikan *bagiku...jangan protes* yang antusias dengan acara yang begono begonoan. Berhasil.... aku melewati zona tidak aman, menjadi zona lumayan aman *coz orang-orang seperti itu menyebar sampai keluar-luar daerah botany, tapi populasinya tidak sebesar yang berada di daerah botany*. Aku beli ketoprak, dan cepat-cepat menyingkir dari orang-orang seperti mereka. Pulang dan Langsung naek angkot, itu tujuan ku sekarang. Entah kenapa aku merasa sangat kangen dengan angkot 05, begitu angka itu muncul, aku langsung menggapainya, dan berharap cepat-cepatlah keluar dari daerah ini *Udah mual banget soalnya*. Macet.... Macet Total saudara-saudara setanah air sebangsa senegara... dan lengkaplah rasa kekesalanku. Ada beberapa hal yang kupelajari : 1. Coba ada Aksi turun ke jalan dari aktivis-aktivis, entah partai, himpunan, ormas, kampus dll, orang-orang menggerutu. "Ngapain seh mereka, bikin macet jalan aja." Tapi klo ada konser dan yang sejenisnya, pokoknya acara seneng-seneng. Fine-fine aja malah dukung banget kayaknya. *Orang yang ngomong di angkot, supir, bapak2, ibu2 dan lain2 sepengetahuan aku* 2. Mudah ya mengumpulkan para anak muda kalau acaranya itu acara yang kayak begituan, mereka inisiatif sendiri datang tanpa diminta, coba kalau seminar, diskusi, kajian dan yang lain-lain, susaaaah banget ngajakkinnya. Gimana bisa maju dek....

[ Read More.. ]

Minggu, 11 Januari 2009

[Ri2n Cerita] Belajar Matematika yuk?

Ayo… kita belajar Matematika…. Hohohoho

Eiits pada mo pada kemana?? Jangan pergi dulu dunkz… dibaca dulu neh tulisan mpe abis… baru boleh kabur… *maksa*

Nah… si ri2n neh lagi strees sama beberapa mata kuliah di kampusku, makanya punya pemikiran ngaco…

Merubah sesuatu yang biasa menjadi tidak biasa… itu tema kita yang sekarang…

Ini beberapa penemuan ngaco tentang Matematika…

1. 1. Berapa neh 1 + 1?

“aduh ri2n…plz deh kayak gitu aja pake ditanya ya jelas 2 lah, anak tk juga tau…”

Ckckckckck… jangan protes dulu ya saudara-saudara ku… ternyata tidak selamanya loh hasilnya menjadi dua.

“Koq bisa?”

Iya bisa lah… ayo kita mulai berimajinasi… hohohoho

Ini neh ya contohnya… kita bicara secara ilmiah *ceile*.

1+1 >> memang selalu 2, tapi bila 1+1 ini memiliki variable yang berbeda maka 1+1 tetap bernilai 1+1.

x = 1

y = 1

x+y = x+y

Jadi inget teka-teki waktu SD, “1 sapi ditambah 1 kambing sama dengan berapa?”

Ya… 1 sapi dan 1 kambing.

Jadi terbukti tidak selamanya 1+1=2 *yaelah gedubrag*

Next…


2. 2. Apa saja komposisi dari Teh Manis?

“Komposisi teh manis ya, gula, air, dan teh.”

Hm… klo gitu berarti bisa kita simpulkan…

Teh manis = gula + air + teh

Yakin neh?

“Yakinlah…”

Sebenernya ada yang kurang tuh…

Klo misalkan air nya se gallon, trus teh nya sesendok? Mana bisa jadi teh manis….

Hohohoho…

Jadi saudara-saudara, klo mo bikin teh manis kudu diliat dulu takarannya, pas atau kagak....*halah semua orang juga tau rin...*

Pikiran ngaco nya baru dapet dua. insyaAllah semakin lama dan semakin strees pikiran ngaconya makin bertambah.

[ Read More.. ]

Jumat, 14 November 2008

[Ri2n Cerita] Tentang Dunia

“Ayo Riz…sekali-sekali ikut Friday Talking-Nya FKMI, cuma diskusi biasa koq, sekaliii ini aja.” Sambil narik-narik tangan Rizka.

“Ga ach rin malu… Rizka kan dandanannya kayak gini.”

Kulihat tampilannya dari atas sampai bawah, baju ngepres, celana jeans, kerudung pendek. “hehehe… gak apa apa koq, cuek aja… mau ya?”

“Rin gw malu… riz kan beda dunia ama mereka. Ntar disuruh ngaji rutin lagi… Rizka males ach…” katanya menggerutu seperti anak kecil.

Aku tersenyum mendengar ucapannya *sabar* ucapku dalam hati. “Ga apa apa, untuk kali ini aja, besok-besok terserah Rizka mau ikut lagi atau ga, niatkan hari ini karena Allah, bukan karena rin maksa… semoga Amal perbuatan mu hari ini dibalas berkali-kali lipat.”

Dan jalanlah kami berdua ke belakang rektorat untuk mengikuti Friday Talking, walaupun Riz agak terlihat terpaksa.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Perkataan yang biasa rin dengar dari temen-temen “dunia biasa” yaitu “males ach ngaji…” indah cara pengucapannya, mengena di hati, dengan percaya dirinya yang luar biasa.

Entah karena apa dan mengapa, kajian FT itu terlihat menyeramkan, dimana yang ngajinya itu para akhwat-akwat yang mengenakan jilbab dan kerudung lebar, duduk melingkar di taman belakang rektorat, beralaskan tikar, terkesan eksklusif *padahal tidak*.

Miris juga seh waktu ada yang bilang, “Lihat deh ngapain seh tu pada ngumpul-ngumpul, jadi takut, jangan-jangan aliran sesat,” or “Wah teroris ngumpul.”

Masa seh rin pada ngomong gitu? Eh… bener loh… orang-orang “dunia biasa” ngomongnya langsung depan muka, *kadang-kadang dibelakang rin, disamping juga pernah, di sekitaran dah* Indah benar ucapanmu… kataku dalam hati.

Temen-temen “dunia biasa” juga sering bilang, “Kita ini beda dunia rin…”

“Wah memangnya kamu berada di dunia yang mana, dan aku berada di dunia yang mana?”

“Yah… terlalu fanatik gitu… yang biasa aja dunk rin.”

Yah… mereka hidup dalam “dunia biasa” (baca: sekulerisme) dan aku hidup dalam “dunia fanatik islam”.

Mereka sadar kalau “kefanatikan” ku dan kawan-kawan “dunia fanatik” ini adalah benar (ngaji rutin, pake jilbab, pake krudung yang menutupi dada *malah kelebihan*, tidak ikut-ikutan campur baur dengan ikhwan non mahram, punya prinsip islam). Tapi mereka tolak karena ketidaksiapan mereka *atau ketidak tahuan mereka akan pentingnya berusaha menggapai islam yang sempurna*.

“Aku ga mau terlalu banyak mikir, udah yang gini-gini aja.”

“Ngapain kalian kuliah kalau dari awal memang ga mau mikir? Dan untuk apa kalian diberi akal kalau bukan dipakai untuk berfikir. Apa ini lebih susah dari soal Kalkulus, integral, differensial, atau aljabar?”

Ini karena ketidaktahuan.

Ini karena Pengaruh lingkungan.

Ini karena sistem yang salah.

Sehingga Islam diasingkan dari umatnya.

CukupLah menjadi alasan mengapa dunia ini menertawakanmu….


“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”

(QS Ali Imran [3]: 103)


Mood : Gi BT....beuh... UTS bentar lagi, mo pasrah aja dah... belajar yang bisa aja... MaTKriT (matematika diskrit) tantangan yang berat.... pusing gw....

[ Read More.. ]

Kamis, 30 Oktober 2008

Sandal Jepit Istriku

(By : Yulia Abdullah)

Selera makanku mendadak punah. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yang memenuhi kepala ini. Duh, betapa tidak gemas, dalam keadaan lapar memuncak seperti ini, makanan yang tersedia tak ada yang memuaskan lidah. Sayur sop rasanya manis bak kolak pisang, sedang perkedelnya asin tak ketulungan.

"Ummi... Ummi, kapan kamu dapat memasak dengan benar? Selalu saja, kalau tak keasinan, kemanisan, kalau tak keaseman, ya kepedesan!" Ya, aku tak bisa menahan emosi untuk tak menggerutu.

"Sabar Bi, Rasulullah juga sabar terhadap masakan Aisyah dan Khodijah. Katanya mau kayak Rasul? Ucap isteriku kalem.

"Iya. Tapi Abi kan manusia biasa. Abi belum bisa sabar seperti Rasul. Abi tak tahan kalau makan terus menerus seperti ini!" Jawabku masih dengan nada tinggi.

Mendengar ucapanku yang bernada emosi, kulihat isteriku menundukkan kepala dalam-dalam. Kalau sudah begitu, aku yakin pasti air matanya merebak.

*******

Sepekan sudah aku ke luar kota. Dan tentu, ketika pulang benak ini penuh dengan jumput-jumput harapan untuk menemukan baiti jannati di rumahku. Namun apa yang terjadi? Ternyata kenyataan tak sesuai dengan apa yang kuimpikan. Sesampainya di rumah, kepalaku malah mumet tujuh keliling. Bayangkan saja, rumah kontrakanku tak ubahnya laksana kapal pecah. Pakaian bersih yang belum disetrika menggunung di sana sini. Piring-piring kotor berpesta-pora di dapur, dan cucian, wouw! berember-ember. Ditambah lagi aroma bau busuknya yang menyengat, karena berhari-hari direndam dengan deterjen tapi tak juga dicuci. Melihat keadaan seperti ini aku cuma bisa beristigfar sambil mengurut dada.

"Ummi... Ummi, bagaimana Abi tak selalu kesal kalau keadaan terus menerus begini?" ucapku sambil menggeleng-gelengka n kepala. "Ummi... isteri sholihah itu tak hanya pandai ngisi pengajian, tapi dia juga harus pandai dalam mengatur tetek bengek urusan rumah tangga. Harus bisa masak, nyetrika, nyuci, jahit baju, beresin rumah?"

Belum sempat kata-kataku habis sudah terdengar ledakan tangis isteriku yang kelihatan begitu pilu. "Ah...wanita gampang sekali untuk menangis," batinku. "Sudah diam Mi, tak boleh cengeng. Katanya mau jadi isteri shalihah? Isteri shalihah itu tidak cengeng," bujukku hati-hati setelah melihat air matanya menganak sungai.

"Gimana nggak nangis! Baru juga pulang sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ini berantakan karena memang Ummi tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan untuk kerja, jalan saja susah. Ummi kan muntah-muntah terus, ini badan rasanya tak bertenaga sama sekali," ucap isteriku diselingi isak tangis. "Abi nggak ngerasain sih bagaimana maboknya orang yang hamil muda..." Ucap isteriku lagi, sementara air matanya kulihat tetap merebak.

Hamil muda?!?! Subhanallah … Alhamdulillah…

********

Bi..., siang nanti antar Ummi ngaji ya...?" pinta isteriku. "Aduh, Mi... Abi kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya?" ucapku.
"Ya sudah, kalau Abi sibuk, Ummi naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan," jawab isteriku.
"Lho, kok bilang gitu...?" selaku.
"Iya, dalam kondisi muntah-muntah seperti ini kepala Ummi gampang pusing kalau mencium bau bensin. Apalagi ditambah berdesak-desakan dalam dengan suasana panas menyengat. Tapi mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa, " ucap isteriku lagi.

"Ya sudah, kalau begitu naik bajaj saja," jawabku ringan.

*******

Pertemuan dengan mitra usahaku hari ini ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang ini kugunakan untuk menjemput isteriku. Entah kenapa hati ini tiba-tiba saja menjadi rindu padanya. Motorku sudah sampai di tempat isteriku mengaji. Di depan pintu kulihat masih banyak sepatu berjajar, ini pertanda acara belum selesai. Kuperhatikan sepatu yang berjumlah delapan pasang itu satu persatu. Ah, semuanya indah-indah dan kelihatan harganya begitu mahal. "Wanita, memang suka yang indah-indah, sampai bentuk sepatu pun lucu-lucu," aku membathin.

Mataku tiba-tiba terantuk pandang pada sebuah sendal jepit yang diapit sepasang sepatu indah. Kuperhatikan ada inisial huruf M tertulis di sandal jepit itu. Dug! Hati ini menjadi luruh. "Oh....bukankah ini sandal jepit isteriku?" tanya hatiku. Lalu segera kuambil sandal jepit kumal yang tertindih sepatu indah itu. Tes! Air mataku jatuh tanpa terasa. Perih nian rasanya hati ini, kenapa baru sekarang sadar bahwa aku tak pernah memperhatikan isteriku. Sampai-sampai kemana-mana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Sementara teman-temannnya bersepatu bagus.

"Maafkan aku Maryam," pinta hatiku.

"Krek...," suara pintu terdengar dibuka. Aku terlonjak, lantas menyelinap ke tembok samping. Kulihat dua ukhti berjalan melintas sambil menggendong bocah mungil yang berjilbab indah dan cerah, secerah warna baju dan jilbab umminya. Beberapa menit setelah kepergian dua ukhti itu, kembali melintas ukhti-ukhti yang lain. Namun, belum juga kutemukan Maryamku. Aku menghitung sudah delapan orang keluar dari rumah itu, tapi isteriku belum juga keluar. Penantianku berakhir ketika sesosok tubuh berabaya gelap dan berjilbab hitam melintas. "Ini dia mujahidah (*) ku!" pekik hatiku. Ia beda dengan yang lain, ia begitu bersahaja. Kalau yang lain memakai baju berbunga cerah indah, ia hanya memakai baju warna gelap yang sudah lusuh pula warnanya. Diam-diam hatiku kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ini kurang memperhatikan isteri.

Ya, aku baru sadar, bahwa semenjak menikah belum pernah membelikan sepotong baju pun untuknya. Aku terlalu sibuk memperhatikan kekurangan-kekurang an isteriku, padahal di balik semua itu begitu banyak kelebihanmu, wahai Maryamku. Aku benar-benar menjadi malu pada Allah dan Rasul-Nya. Selama ini aku terlalu sibuk mengurus orang lain, sedang isteriku tak pernah kuurusi. Padahal Rasul telah berkata: "Yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya. "

Sedang aku? Ah, kenapa pula aku lupa bahwa Allah menyuruh para suami agar menggauli isterinya dengan baik. Sedang aku terlalu sering ngomel dan menuntut isteri dengan sesuatu yang ia tak dapat melakukannya. Aku benar-benar merasa menjadi suami terzalim!

"Maryam...!" panggilku, ketika tubuh berabaya gelap itu melintas. Tubuh itu lantas berbalik ke arahku, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadiranku di tempat ini. Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum. Senyum bahagia.

"Abi...!" bisiknya pelan dan girang. Sungguh, baru kali ini aku melihat isteriku segirang ini.
"Ah, betapa manisnya wajah istriku ketika sedang kegirangan… kenapa tidak dari dulu kulakukan menjemput isteri?" sesal hatiku.

******

Esoknya aku membeli sepasang sepatu untuk isteriku. Ketika tahu hal itu, senyum bahagia kembali mengembang dari bibirnya. "Alhamdulillah, jazakallahu. ..," ucapnya dengan suara mendalam dan penuh ketulusan.

Ah, Maryamku, lagi-lagi hatiku terenyuh melihat polahmu. Lagi-lagi sesal menyerbu hatiku. Kenapa baru sekarang aku bisa bersyukur memperoleh isteri zuhud (**) dan 'iffah (***) sepertimu? Kenapa baru sekarang pula kutahu betapa nikmatnya menyaksikan matamu yang berbinar-binar karena perhatianku?

Nangis euy bacanya....

[ Read More.. ]

Jilbab Bagi Muslimah hukumnya wajib

Copy paste dari sini...

masihkah kau menolak kenyataan sebenarnya?


Apakah Berjilbab Termasuk Masalah Ijtihadi Dalam Syari’ah Islam Sehingga Kedudukannya Menjadi Relatif?

Di akhir zaman ini banyak orang yang berani berfatwa dengan menabrak kesepakatan para ulama, keluar dari kaidah belajar ilmu fiqh yang disepakati, mencari pendapat-pendapat yang syadz (nyleneh), yang bagi orang yang benar-benar mempelajari fiqh tidak tertutup lobang-lobang kelemahan mereka, semua ini mereka lakukan hanya demi memuaskan orang-orang kafir bahwa Islam itu toleran, mengikuti zaman, padahal kelemahan pendapat mereka itu amat sangat mereka sadari.

Mirisnya lagi hal tersebut dilakukan oleh orang-orang yang katanya bergelar doktor atau bahkan profesor, lalu diajarkan dengan penuh semangat di universitas-universitas yang sebagian besar (tidak seluruhnya) para pengajarnya belajar dari negara-negara sekular dan kuffar, atau ada pula yang belajar dari negara Islam tapi pada orang-orang yang sudah nyleneh pula dan dikenal menjadi kolaborator kuffar.

Salah satu dari fatwa yang demikian itu adalah bahwa Jilbab itu tidak wajib, atau merupakan masalah ijtihadiyah, atau masalah khilafiyyah, sehingga dalil hukumnya bersifat relatif dan tidak mengikat, demikianlah salah satu igauan mereka di siang-bolong, yang jika kita teliti fatwa-fatwa mereka itu nampaklah pemutar-balikan fakta di mana-mana, perancuan dalil yang shahih dengan yang dha’if, memaksakan diri menggunakan tafsir bir ra’yil qabih/tafsir dengan logika yang sesat (karena ada juga tafsir yang bir ra’yi shahih/logika tapi terbimbing oleh wahyu), dan mereka ini secara sengaja menjauhi tafsir bil ma’tsur (tafsir menggunakan dalil, karena akan menghancurleburkan semua pijakan mereka itu), mereka juga menggunakan kaidah ushul-fiqh secara terbalik-balik sesuai hawa nafsu mereka sendiri, dll.

Yang kesemuanya itu hanya menunjukkan ashabiyyah (fanatisme) terhadap syahwat dan taqdis (pengkultusan) kepada akal secara berlebihan, yang kesemuanya ini merupakan ciri sebagian aliran mu’tazilah-jadidah (neo-rasionalis) yang kemudian sayap radikalnya bermuara kepada aliran liberal yang menyempal jauh dari ajaran Islam, merupakan mazhab sempalan dalam ajaran Islam, sebagaimana mazhab Syi’ah maupun Khawarij.

Salah satu ciri kelompok ini adalah pernyataan mereka bahwa dalam syariat Islam kebenaran sebuah pandangan adalah relatif karena semuanya adalah ijtihad, maka setiap orang berhak untuk memilih mana yang menurutnya benar.. Inna liLLLAAHi wa inna ilayhi raji’un! Dari mana munculnya igauan seperti ini?! Coba tunjukkan referensi yang mu’tabar (diakui sebagai referensi syari’ah) yang menyebutkannya?! Kecuali referensi para orientalis atau murid-muridnya, maka tidak ada jumhur-ulama yang mengakuinya kecuali kalangan orientalis dan para pengikut-pengikutnya, semoga mereka diberi hidayah sehingga kembali ke jalan Islam yang lurus, aamiin..

1. Makna Penutup Aurat dan Jilbab

a. Aurat dalam bahasa Arab bermakna keburukan manusia[1], atau celah/kekurangan[2], adapun menurut syari’ah didefinisikan sebagai apa-apa yang diwajibkan untuk ditutupi dan diharamkan untuk dipandang[3].

b. Jilbab berbeda dengan kerudung (khumur)[4], karena jilbab adalah baju kurung yang panjang/jubah[5] yang digunakan agar menutupi seluruh yang di bawahnya. Ia merupakan kain yang diselubungkan di atas kerudung[6], atau sejenis kain selubung/semacam mantel (milhafah)[7].

2. Aurat Wanita Yang Wajib Ditutup Dalam Al-Qur’an

a. Yang Wajib Berjilbab Bukan Hanya Istri Nabi Saja:

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu dan ALLAAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[8]

Berkata Imam At-Thabari bahwa maknanya, ALLAAH SWT berfirman pada nabi SAW: Hai Nabi, katakan pada istrimu, anak-anak-mu dan wanita muslimah: Janganlah kalian menyerupai wanita-wanita lain dalam cara berpakaiannya (yatasyabbahna bil ima’i fi libasihinna) yaitu dengan membiarkan rambut dan wajah terbuka, melainkan tutup semua itu dengan jilbab[9]; berkata Imam Ibnu Katsir bahwa maknanya: ALLAAH SWT menyampaikan kepada Nabi-NYA agar memerintahkan kepada semua wanita muslimah agar menjaga kehormatan mereka dan agar mereka berbeda dengan cara berpakaiannya wanita jahiliyyah yaitu hendaklah gunakan jilbab[10]; berkata Imam Asy-Syaukaniy bahwa ayat ini sabab-nuzulnya adalah berkenaan dengan peristiwa keluarnya Saudah RA yang dicela oleh Umar RA, lalu turun ayat ini yang membolehkan wanita keluar rumah untuk suatu kepentingan asal mereka menutup jilbabnya[11].

b. Ayat Ini Tidak Ada Kaitannya Dengan Haditsul ‘Ifki

Di antara salah satu kedunguan mereka dan tidak berilmunya mereka dan guru-guru mereka, adalah kata-kata mereka bahwa asbab-nuzul ayat ini berkaitan dengan peristiwa haditsul-’ifki pada Ummul Mu’minin Aisyah RA.. Laa hawla walaa quwwata illa biLLAAH.. Persis sebagaimana dalam pepatah Arab dikatakan: Saarat Musyarriqah wa sirta Mugharriban, Syattaana baynal Musyarriq wa Mugharrib (Ia berjalan ke Timur tapi engkau malah berjalan ke Barat, Ketahuilah sungguh amat jauh jaraknya antara Timur dan Barat itu). Sebagaimana kita ketahui bahwa peristiwa Al-’Ifki itu turun berkenaan dengan QS An-Nuur[12], tidak ada hubungannya dengan QS Al-Ahzab, karena surah Al-Ahzab turun berkenaan dengan itu, melainkan berkenaan dengan bantahan kepada orang-orang Munafiq Madinah seperti Ibnu Ubay, dll yang didatangi tokoh-tokoh Quraisy Makkah ba’da perang Uhud, lalu mereka takut Nabi SAW akan mengetahui mereka, lalu turun surah ini untuk meneguhkan Nabi SAW dan membantah mereka[13].

c. Ayat ini Tidak Bisa Menggunakan Kaidah Fiqh: Al-’Ibratu Bikhushushi Sabab La Bi Umumi Lafzh (Hukum itu Berdasarkan Khususnya Sebab Bukan Umumnya Lafzh)

Salah satu bentuk kerancuan berfikir mereka menyimpangkan kaidah secara tidak benar untuk mengelabui orang-orang bodoh (karena memang hanya orang bodoh saja yang tertarik pada pendapat mereka), bahwa sudah jelas-jelas ayat tersebut menyatakan: Qul Li Azwajika wa Banatika wa Nisa’il Mu’mina (Katakan pada istrimu, anakmu dan PARA WANITA MUSLIMAH..), lalu tiba-tiba mereka bicara tentang kaidah berdasarkan khususnya sabab saja, lha kepriben tho mas?! Sudah menjelaskan sabab-nuzulnya aja sudah ngawur di atas, lalu bertambah ngawur lagi dalam menggunakan kaidah ini sementara khithab ayat ini bersifat umum dan tidak bisa di-takhshish.. Mengapa mereka sampai berfikir dengan kaidah terbalik-terbalik demikian?! Karena kebohongan dan tidak menjaga amanah ilmiah, sudah mendarah-daging dalam diri mereka dan diajarkan juga oleh guru-guru mereka, sehingga memutar-balik hukum, dalil dan ayat tidak menjadi masalah buat mereka, yang penting hawa-nafsu mereka terpuaskan, kalau perlu mengambil dalil fiqh dan hadits dari kitab sastra juga tak apa, yang penting berargumen dengan Kitab Kuning supaya nampak “pinter”, kalau ada yang ngerti lalu mengecek dan menunjukkan letak salahnya, cukup mereka katakan saja: maaf salah tulis, kan beres, lalu cari lagi kitab lainnya, siapa tahu tidak ketahuan belangnya, na’udzu biLLAAHi min dzalik…

d. Saat Turun Ayat Jilbab ini Para Shahabat Wanita Langsung Melaksanakannya Tanpa Banyak Alasan dan Keberatan

Berkata Ibnu Abi Hatim, telah menceritakan kepada kami Abu AbdiLLAAH Azh-Zhahraniy, dari apa yang ditulisnya untukku, telah menceritakan kepadaku AbduRRAZZAQ, telah menceritakan kepadaku Ma’mar, dari Ibnu Khutsaim, dari Shafiyyah binti Syaibah, dari Ummu Salamah berkata: “Semoga ALLAAH SWT merahmati para wanita Anshar, pada saat turun ayat ini[14] maka keluarlah semua wanita Anshar seolah-seolah di kepala-kepala mereka ada burung Gagak (Al-Ghirban), karena jilbab yang mereka kenakan dengan bahan yang seadanya yang mereka temui saat itu juga.”[15]

3. Aurat Wanita Dalam As-Sunnah

a. Hadits Pertama:

“Tidak diterima shalat wanita yang sudah haidh (baligh –pen) kecuali menggunakan khimar (kerudung).”[16]

b. Hadits Kedua:

“Sesungguhnya Asma’ binti Abibakr (saat itu ia masih remaja –pen) masuk ke tempat Nabi SAW menggunakan pakaian yang menampak samar-samar bayang-bayang kulit di bawahnya, maka Nabi SAW berpaling darinya sambil bersabda: Wahai Asma’ sesungguhnya wanita itu jika sudah haidh tidak boleh nampak bagian tubuhnya kecuali ini dan ini, beliau SAW memberi isyarat pada wajah dan tapak tangannya.”[17]

c. Hadits Ketiga:

“Ada 2 kelompok manusia penghuni neraka yang belum pernah kulihat (saat beliau SAW hidup –pen), yang pertama laki-laki yang memegang cambuk seperti ekor sapi yang kerjanya memukuli manusia dengannya; yang kedua wanita yang berpakaian tetapi telanjang kalau jalan berlenggang-lenggok menggoda rambutnya seperti punuk unta, 2 kelompok ini tidak masuk Syurga dan tidak bisa mencium bau Syurga, padahal baunya tercium dari jarak sekian dan sekian (jarak yang amat jauh –pen).”[18]

4. Aurat yang Wajib Ditutup Menurut Madzhab Yang Empat

a. Menurut Madzhab Hanafi: Aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan 2 telapak tangannya[19], oleh karenanya kepala wanita adalah aurat yang harus ditutup[20]. Bahkan berkata Imam Hanafi: Kewajiban menutup aurat di depan manusia sudah menjadi ijma’ (konsensus semua ulama), demikian pula saat ia shalat walaupun shalatnya sendirian, maka seandainya saja ada orang yang melakukan shalat dalam keadaan sendirian tidak menutup aurat sekalipun di tempat yang amat gelap-gulita padahal ia memiliki pakaian yang dapat menutupinya maka shalatnya batal[21].

b. Menurut Madzhab Maliki: Aurat wanita di depan sesama wanita muslimah adalah sama dengan aurat laki-laki dengan sesama laki-laki (yang tidak boleh terlihat hanya antara pusar sampai lutut -pen)[22], aurat wanita di depan laki-laki muslim adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan 2 tapak tangannya, aurat wanita di depan laki-laki kafir adalah seluruh tubuhnya termasuk wajah dan 2 tapak tangannya[23]. Berkata Imam Malik: Jika seorang wanita merasa wajahnya atau tapak tangannya demikian indahnya sehingga ia amat kuatir orang yang melihatnya terkena fitnah maka baik ia tutup bagian tersebut (dengan cadar misalnya –pen)[24].

c. Menurut Madzhab Syafi’i[25]: Aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan 2 tapak tangannya[26], yaitu tapak tangannya yang bagian atas maupun yang bagian bawahnya bukan termasuk aurat, tapi dalam masalah ini madzhab kami ada 2 qaul, namun berkata Al-Muzni bahwa yang kuat ia bukan termasuk aurat[27]. Telapak kaki wanita termasuk aurat[28], bagi banci yang menurut kedokteran dominan sifat wanitanya maka auratnya sama dengan aurat wanita[29]. Berkata Imam Syafi’i: Bukan hanya batas aurat-nya[30] saja yang harus ditutup, melainkan tidak cukup aurat tersebut ditutupi oleh pakaian yang menutupi seluruhnya jika ia masih ketat/membentuk tubuh[31].

d. Menurut Madzhab Hanbali: Ada 2 qaul[32], yang pertama menyatakan bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya sampai ke kuku-kukunya[33] berdasarkan hadits riwayat Tirmidzi: Al-Mar’atu ‘aurah (wanita itu aurat), dan qaul kedua dikecualikannya wajah dan 2 tapak tangan berdasar hadits larangan bagi wanita menutup keduanya saat Ihram[34], juga sesuai dengan makna ayat “maa zhahara minha (kecuali yang biasa nampak)”[35] maka wajah dan 2 tapak tanganlah makna ayat tersebut karena keduanya tidak mungkin ditutup untuk mengenali orang saat berbisnis dsb[36], ada juga yang menambahkan kedua tapak kaki[37].

e. Tarjih wal Mulahazhat: Sebab dari adanya perbedaan pendapat ini adalah dalam menafsirkan ayat QS An-Nur di atas. Apakah maknanya ada yang boleh nampak atau maknanya tidak ada yang boleh nampak bagi wanita. Jumhur fuqaha berpendapat wajah dan 2 tapak tangan bukan aurat bagi wanita (Imam Hanafi menambahkan tapak kaki wanita bukan aurat), sementara Abubakar bin AbduRRAHMAN dan satu qaul dari Imam Ahmad berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat.

Mereka yang berpendapat bahwa tidak ada yang biasa nampak untuk wanita dan menyatakan seluruh tubuhnya adalah aurat, berdalil dengan menafsirkan ayat ini dengan ayat di surah Al-Ahzab di atas (tafsirul Qur’an bil Qur’an). Adapun kelompok yang menyatakan adanya pengecualian wajah dan 2 tapak tangan berdalil dengan wajibnya membuka kedua hal ini saat hajji berdasar hadits-hadits shahih, dan pendapat yang kedua ini lebih kuat waLLAAHu a’lam bish Shawaab.

Demikian wahai para wanita muslimah –rahimakumuLLAAH-, jadi bukan menggunakan pendekatan logika atau pendekatan kultural Arab, antropologi, sosiologi dan yang semacamnya yang tentu saja bisa berbeda-beda, rambut sama hitam pendapat bisa berbeda. Melainkan semuanya itu - jika kita bicara syari’ah - harus berdasarkan dalil dan di-istinbath menggunakan metode ilmu syari’ah yang benar dan bukan metode kirata (dikira-kira tapi nyata).

Dan yang demikian ini jika kita masih menganggap Al-Qur’an itu adalah firman ALLAAH SWT yang terjaga dari kesalahan, dan Hadits Shahih adalah sabda Nabi SAW yang ma’shum lepas dari hawa-nafsu. Kecuali jika kita anggap Al-Qur’an seperti koran harian yang bisa direaktualisasi atau hadits Nabi SAW setara dengan ucapan Nietsche atau Juergen Habermas, maka sungguh aku berlindung pada ALLAAH SWT dari hal yang demikian bagi diriku sendiri dan seluruh keturunanku, fa ayna tadzhabina ayyuhal muslimah..???

___
Catatan Kaki:

[1] Lih. Ash-Shihaah Fil Lughah, II/5; Tahdzib Al-Lughah, I/367

[2] Lih. Lisanul Arab, IV/612; Tajul Arus, I/3257

[3] Lih. Al-Fiqh Al-Islamiy, I/738

[4] Tafsir Ibnu Katsir, VI/481

[5] Kamus Al-Munawwir, bab Ja-la-ba, hal 199

[6] Demikianlah pendapat para mufassir seperti Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, Hasan Al-Bashri, Said bin Jubair, Ibrahim An-Nakha’i, Atha’ Al-Khurasaniy.

[7] Lih. Ash-Shihaah, I/101; demikian pendapat Al-Jauhary berdasarkan sya’ir seorang tokoh wanita dari suku Hudzail: “Berjalanlah ia seorang diri dengan lalai.. Yaitu dengan telanjang (hanya berkerudung saja –pen) tanpa berjilbab.”

[8] QS Al-Ahzab, 33:59

[9] Tafsir At-Thabari, XX/324

[10] Tafsir Ibnu Katsir, VI/481

[11] Tafsir Durrul Mantsur, VIII/208, hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Al-Baihaqi dan Ibnu Sa’d

[12] Shahih Bukhari, no. 2314, 6633 dan Muslim, no. 1697

[13] Lih. Asbab Nuzulil Qur’an, Al-Wahidi, I/126; Lih. Juga Tafsir Munir, Az-Zuhayli, XI/247

[14] QS Al-Ahzab, 33:59

[15] Lih. Tafsir AbduRRAZZAQ, II/101; ada riwayat lain yang menjadi syawahid atas hadits ini yang diriwayatkan Al-Hasan bin Muslim, dari Shafiyyah binti Syaibah, dari A’isyah RA (Lih. Shahih Bukhari, no. 4759)

[16] HR Abu Daud no. 164; Tirmidzi, II/215-216; Ibnu Majah no. 655; Ibnu Abi Syaibah, II/28; Al-Hakim, I/251; Al-Baihaqi, II/233; Ahmad, VI/150; Di-shahih-kan oleh Albani dalam Al-Irwa’, I/214

[17] HR Abu Daud, II/138, hadits ini dha’if tapi ada syahid dari hadits Asma’ binti Umays RA dari Al-Baihaqi, VII/76, sehingga menjadi hasan, lih. Al-Irwa’, VI/203

[18] HR Muslim, XIV/229 hadits no. 5704 (Imam Muslim sampai menamai babnya ini dengan nama: “Wanita2 yang Berpakaian Tapi Telanjang”); Al-Baihaqi, II/234; Ahmad, II/355

[19] Al-Ikhtiyar Li Ta’lil Al-Mukhtar, I/4

[20] Al-Mabsuth, II/64

[21] Raddul Mukhtar, I/375

[22] Mawahib Al-Jalil fi Syarh Mukhtashar Syaikh Khalil, IV/16

[23] Asy-Syarhul Kabir Li Syaikh Ad-Dardir, I/214

[24] Mawahib Al-Jalil fi Syarh Mukhtashar Syaikh Khalil, IV/24

[25] Imam Az-Zayadi Asy-Syafi’i dalam Syarhul Muharrar menyebutkan 4 jenis aurat bagi wanita: Pertama, aurat saat shalat yaitu kecuali wajah dan 2 tapak tangan; Kedua, aurat pandangan dari orang laki-laki yaitu semuanya termasuk lelaki dilarang memandangi secara terus-menerus wajah dan tangan wanita; Ketiga, aurat di depan suami atau saat sendirian yaitu sama dengan aurat laki-laki (kecuali pusar dan lutut); Keempat, aurat di depan orang kafir yaitu seluruh tubuhnya (Lih. Hawasyi Asy-Syairaziy, II/112).h

[26] Al-Majmu’, III/167

[27] Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftin, I/104

[28] Al-Umm, I/109

[29] Fathul Wahhab, I/88

[30] Aurat ada yang mughalazhah (aurat besar) yaitu 2 kemaluan dan ada yang ghairu-mughalazhah (aurat kecil), keduanya harus ditutup

[31] Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah, hal. 54

[32] Menurut Abul Ma’aliy Al-Hanbali, aurat anak sbb: 1) Sblm 6 tahun semuanya bisa dilihat, 2) Setelah 6 th yang boleh dilihat rambut, betis dan lengan (ada juga yang menyatakan seluruh tubuhnya kecuali 2 kemaluan), 3) Setelah 10 tahun sama dengan setelah baligh (lih. Al-Furu’ Libni Muflih, I/476).

[33] Ibid.

[34] Asy-Syarhul Kabir, I/458

[35] QS An-Nur, 24/31

[36] Al-Iqna’, I/113

[37] Al-Furu’ Libni Muflih, I/476

[ Read More.. ]

Senin, 13 Oktober 2008

[Ri2n Cerita] Serba Ok

LASKAR PELANGI… rin suka tu bukunya, tapi cuma baru baca seperempatnya aja, habisnya rin bacanya di perpus FKIP, secara bukan fakultas rin, ke perpus FKIP juga itu pas dapet tugas dari dosen, klo ga gitu mh ga bakal ke perpus FKIP, pengen seh lanjutin baca tu buku, tapi rin malu tiap hari mesti ke purpus FKIP cuma buat baca buku Laskar Pelangi, ya sudah rin menahan rasa penasaran ini.

Bisa seh minjem ke temen, tapi… temen-temen ga pada punya neh… bisa juga baca ebook nya, malahan rin punya… tapi karena ga penting-penting banget, jadi males bacanya *kan beda baca di kertas dengan baca di komputer*….hohohoho.

LASKAR PELANGI… karena banyak yang suka, trus buku nya jadi “best seller” dibikin deh film nya, waaaaaah… rin pengen nonton…. Bisnya males baca bukunya mending nonton filmnya…

“Rin kita nonton Laskar Pelangi yuk?” Kata siti pas kuliah Aljabar hari selasa tanggal 23 September.

“Hm… memangnya mo kapan?” kataku.

“Sabtu yuk? Atau kapan gitu, Rin kapan mudik?”

“Wah ga bisa rin hari Kamis dah ke jakarta…” kataku…


Berdosa rin karena rin udah boong ma siti, sebenernya rin berangkatnya tanggal 30 September, duh rin bulan puasa malah boong… ckckckckckc….

LASKAR PELANGI… masih juga menjadi pembicaraan temen-temen walaupun Lebaran telah lewat *kagak ngaruh kali rin*… pertama kali nya di bulan oktober menginjak daerah kampus *yang kukira kuliah ternyata dosennya masih pengen libur*.

“Hei jadi ga kita nonton?” kata Mar.

“Jadi…jadi… pada ikut ya? Kita nonton Laskar Pelangi…” Kata Ay.

Duh… mo pada nonton ya… mesti kabur neh…

“Rin ikut ya?” Kata Ay ke Rin.

“Heee…” kataku nyengir. “Kagak ach…”

“Kenapa?”


Waduh… pengen seh… lagipula ga enak juga nolak…. tapi… RIN HARUS NOLAK…

“Ga kenapa-kenapa… cuma pengen pulang aja.”

Yah… temanku yang tersayank kecewa deh… ya… mo gimana lagi….

Duh… sampe sekarang juga pengen seh nonton Laskar Pelangi, tapi ada sesuatu hal yang rin harus hindari...

Kita bercerita tentang terakhir rin nonton di bioskop yaitu pas film AAC, tapi sungguh rin NYESEL nonton di bioskop, rin juga sebenernya pas nonton di bioskop ngerasa ga nyaman. Dan rin waktu itu belum sadar….kenapa seh rin ngerasa ga nyaman?

Pas AAC keluar bajakannya, temen-temen di FKMI mendiskusikan film itu, dan dilihat dari pengalaman mereka nonton GA ADA YANG NONTON DI BIOSKOP, mereka kebanyakan nonton di televisi kesayangan mereka *entah dvd atau vcd*.

Dan rin ngerasa malu, karena rin merelakan diri rin untuk bersenang-senang dengan cara bercambur baur dengan bukan mahram rin. Klo untuk transportasi okelah, klo untuk belajar di kelas okelah, karena memang tidak ada cara lain, toh sistem Negara kita tidak mau mengatur hal-hal seperti itu, tapi klo untuk bersenang-senang apa kita juga harus okelah? Sementara kita bisa mengusahakan untuk menjauhinya?

Makanya… rin harus menahan diri untuk tidak penasaran dengan film LASKAR PELANGI. Bukunya ok, Filmnya juga *katanya* ok, cara menikmatinya juga harus ok dan di Ridhoi Allah SWT…

Ya to? apa tidak to?

[ Read More.. ]

Sabtu, 13 September 2008

[Ri2n Cerita] Nge-OSPEK

Yang tahun lalu di ospek, sekarang yang ngospek… kemarin tanggal 11-12 September 2008. Dan rin jadi panitianya, sempet seh dimarahin ma keluarga,. “Ngapain seh ikut-ikut kayak gitu, ntar capek!” yupz… memang bener capek, trus setiap rapat pulangnya malem mulu *dan bagi rin rapatnya itu ga efektif, masa rapat tiap hari, dan yang di omongin itu-itu aja*.

Rin masuk devisi kerohanian, koq ospek ada devisi kerohaniannya seh? Yupz… beberapa panitia ingin ada acara cami (calon mahasiswi) keputrian pada saat cama (calon mahasiswa) shalat Jumat.

Kesempatan besar! Itu adalah kesempatan besar bagi rin untuk mengenalkan FKMI di Univ Pakuan terutama di FMIPA . Secara orang itu kenalnya DKM mululu, sedangkan FKMI ga, sekaligus rin bisa menciptakan kader-kader penerus FKMI yang berasal dari FMIPA. Ini peluang besar. Dan aku bisa merencanakan semua.

Ketika aku melihat draft acara. Hm… keputrian hanya diberi waktu 45 menit “adik-adikku akan dapat apa?” batinku. Sempat rin mengajukan keberatan pada devisi acara, tapi tentu aku menjadi orang yang kalah! Dan mau ga mau aku terima acara keputrian yang singkat.

Tanggal 11 pertama kalinya aku menjadi panitia. Dan aku jadi salah satu panitia yang tidak bisa “JUTEX” terlalu lama. Tentu teman-temanku menegur “Depan mereka jangan senyum-senyum rin.”

“Iya…maaf.” Kataku.

Hari kedua menjadi panitia. Tanggal 12, disinilah moment yang sangat berharga buat rin, dan disinilah aku merasa menjadi orang yang GAGAL! Ketika waktu untuk keputrian dipangkas, 5 menit… 10 menit… dan sampai acara keputrian hanya diberi waktu 20 menit! Walaupun tidak ada yang disalahkan, tapi aku merasa GAGAL…

Mudah – mudahan… Allah memberi hidayah pada salah satu dari mereka.

Mudah – mudahan di waktu yang singkat ini, bisa memberi makna diantara mereka.

Tapi ada beberapa hal yang menyenangkan….huhuhuhu… sapa seh peserta P2SPT cami yang ga kenal rin? Yah.. beginilah jadi orang yang beda, jadi pusat perhatian orang-orang. *beda dari segi pakaian*


Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,
(QS 2: Al Baqarah ayat 155)


Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya”.
(Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam Az-Zuhud)

[ Read More.. ]