Selamat Datang di BLOG RINZI,PERJALANAN MENGGAPAI RIDHO ILLAHI

Senin, 18 April 2011

Bayam Asti

Aku ga bisa masak.” kata Asti setibanya dirumah kontrakan suaminya di Jogja untuk pertama kalinya.

Kurnia tersenyum lalu membelai kepala Asti yang tertutup kerudung. “Iya mas tau.”

“Tau darimana?” Kata Asti kaget. “Asti kan baru kasih tau sekarang.”

“Ya... tadi kan dikasih tahu..hehehe.” Ucap Kurnia dengan senyum nakalnya. “Nanti mas ajarin masak.”

“Mangnya bisa?”

“Wets... ngeledek... bisa lah... Mas mu ini udah bertahun-tahun hidup sendiri.” Kata Kurnia dengan bangga.

“Ok..ok...” ucap Asti setengah percaya, setengah tidak.

Esok harinya.

“Ayo kita kepasar.” kata Kurnia pada pagi hari.

“Jam segini?” tanya Asti kaget, karena jam menunjukkan jam 6 pagi. “Masih sepiiii pasarnya juga...”

“Norak...jam segini pasar malah rame...”

“Oh ya?” ucap Asti sekali lagi setengah percaya.

Berangkatlah keduanya menyusuri jalan. Melewati kuburan. Menyusuri gang-gang kecil. Menapaki jalan Prawirotaman. Dan sampailah mereka di Pasar Prawirotaman. Ternyata benar pasarnya ramai sekali, orang-orang berlalu-lalang. Kurnia menggandeng Asti menjelajahi setiap jalur pasar.

“Mau beli apa mas?” tanya Asti.

“Lihat dan pelajari.” Kata Kurnia santai.

Kurnia melakukan transaksi dengan penjual, tawar menawar harga, dengan bahasa jawanya yang kacau tapi bikin orang percaya Kurnia memang sudah lama tinggal di Jogja.

“Waaah...” ekspresi kekaguman muncul dari mulut Asti. Karena hal ini bukan hal biasa yang pernah dilakukan Asti, dulu sebelum nikah belanja di warung depan rumah saja sangat jarang sekali banget. Apalagi belanja di Pasar yang 100x lipat dari warung depan rumah Asti.

Kantong belanjaan ditangan Kurnia sudah penuh terisi, “Sayur Bening Bayam” itulah resep pertama yang akan dipelajari Asti dari Kurnia, suaminya.

Sesampainya dirumah, mulailah Asti bereksperimen.

“Buka Kantong plastiknya, dan keluarkan bayamnya.” Intruksi awal Kurnia.

“Ya iyalah mas, masa mau dimasak juga kantong plastiknya.” dikeluarkan semua isi kantong plastiknya.

Satu jam berlalu dipenuhi dengan kata-kata. “Bukan begitu.”, “Gini aja dek.”, “Jangan banyak-banyak.”, “Belum pas itu.” dari Kurnia.

Dan dijawab dengan Asti, “Ya ya.”, “Ooh.”.

Selesailah sudah belajar memasaknya Asti. “Lumayan...” kata Kurnia.

Asti tersenyum bangga dengan pujian Kurnia.

Besoknya Asti pagi-pagi berangkat ke pasar, membeli sayur, dan sesampainya dirumah langsung dimasaknya.

“Wah rajinnya...” Kata Kurnia memuji Asti. “Udah mulai pas nih bumbu sayur bening.”

Asti makin terbang hidungnya. Semangat untuk memasak menggebu-gebu.

Besoknya Asti melakukan hal yang sama.

“Masak apa dek?” tanya Kurnia.

“Sayur bening bayam.” jawab Asti.

“Bayam lagi dek?”

“Iyaa... mang kenapa?”

“Ga apa apa seh lanjutkan.” Sambil berlalu pergi.

Besoknya Asti melakukan hal yang sama lagi.

“Dek masak apa?” tanya Kurnia.

“Bayam Mas...” jawab Asti santai.

“Deeek jangan bayam terus... Mas mu ini bukan popeye.” Keluh Kurnia.

“Trus gimana? Asti sudah beli bayamnya. Masa dibuang.” Kata Asti dengan mata berkaca-kaca.

“Sudah, sudah... bayam ditumis aja ya?” kata Kurnia menghibur Asti.

“Bayamnya bisa ditumis ya Mas?”

“Bisa lah dek.... sini Mas mu ajarin.”

Lalu diajarkan Asti resep kedua “Tumis Bayam”.

“Gimana Mas? Udah mantab?” tanya Asti.

“Yup... sudah pas. Makin pintar saja istriku.” Puji Kurnia.

“Hehe...”

Besoknya...

“Masak apa Istriku?” tanya Kurnia.

“Tumis bayam mas!” jawab Asti.


| Free Bussines? |

Tidak ada komentar: